Nadia K. Putri

Karena semua cerita punya hatinya. Cerita soal di balik layar

Brosur loker Mandarin yang tertempel di tiang listrik di Gldook, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Brosur tempel semacam ini sering dijumpai di fasilitas umum, bahkan dekat Pantjoran Tea House. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com

Brosur Loker Mandarin di Pantjoran Tea House, Glodok

cerita
foto
travel

Di depan Patekoan Glodok, saya temukan sebuah brosur loker Mandarin. Brosur loker Mandarin di tahun 2019 itu ternyata berbanding terbalik situasinya di tahun 2020. Inilah ceritanya.

Suasana pedestrian di sekitar kedai teh bersejarah Pantjoran Tea House, Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Selain kedai teh tersebut, terdapat jejeran ruko lainnya menuju Gang Gloria. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com
Suasana pedestrian di sekitar kedai teh bersejarah Pantjoran Tea House, Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Selain kedai teh tersebut, terdapat jejeran ruko lainnya menuju Gang Gloria. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com

Sabtu pagi memang asyik untuk berkelana dan bertemu orang baru. Ini yang saya alami saat mengikuti workshop Street Photography yang diadakan IKANAS STAN. Mengambil lokasi di sekitaran Pecinan Glodok, saya bertemu banyak hal. Mulai dari sejarah toko teh, brosur lowongan pekerjaan (loker), sampai aneka jajanan di Gang Gloria.

Namun yang membuat saya tertarik bernostalgia adalah soal brosur loker. Di tahun 2019, memang pandemi COVID-19 belum ada. Siapa yang sangka juga kan? Apalagi pertengahan tahun 2019 memang sedang banyak-banyaknya loker. Terlebih untuk lowongan penerjemah Mandarin.

Brosur loker Mandarin yang tertempel di tiang listrik di Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Brosur tempel semacam ini sering dijumpai di fasilitas umum, bahkan dekat Pantjoran Tea House. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com
Brosur loker Mandarin yang tertempel di tiang listrik di Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Brosur tempel semacam ini sering dijumpai di fasilitas umum, bahkan dekat Pantjoran Tea House. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com

Foto ini diambil di sekitar kedai teh Pantjoran Tea House. Tidak jauh dari tempat itu, kebetulan beberapa peserta sedang cicip-cicip macam-macam teh yang gratis dicoba untuk umum. Tampaknya brosur loker Mandarin itu luput dari peserta, karena mungkin fasilitas umum seperti tiang dan tembok juga banyak ditempeli brosur sejenis.

Kualifikasi seperti apa sih di brosur loker tersebut?

Daerah Pecinan Glodok yang mayoritas kegiatan usahanya dijalankan pengusaha keturunan Tionghoa, diklaim membuka kesempatan bagi pencari kerja yang fasih Mandarin. Lokasi ini tidak akan pernah sepi dari loker Mandarin yang butuh pekerja berkualifikasi:

  • Bisa menerjemahkan secara tulisan dan lisan.
  • Bisa mendampingi bos saat kunjungan.
  • Punya sertifikasi HSK 5-6.
  • Bersedia ditempatkan di daerah Glodok, Gajahmada, Kelapa Gading, Tangerang, Karawang, dll.
  • Berusia sekitar 20-40 tahun.
  • Berpenampilan menarik.
  • Laki-laki. Kadang perempuan.

It’s not late to start earlier. Baca juga: Bahasa Mandarin 101 Tips 2

Setidaknya itu yang bisa saya ingat dari brosur-brosur loker yang ditempel di tiang lampu, listrik, dan tembok jalanan. Jangan lupa juga, ada sedot WC, ibu Alung mencari asisten rumah tangga (?), jasa rental alat musik, dan jasa guru les privat.

Bagaimana dengan tahun 2020?

Balik ke tahun 2020, tepatnya hari ini, situasi justru berbanding terbalik. Banyak pekerja tetap dan kontrak yang dirumahkan. Ada juga yang awalnya pekerja tetap, kemudian beralih ke pekerja lepas (freelance). Ada yang mulanya manajer atau team lead, di-PHK. Perusahaan-perusahaan, termasuk startup sedang lay-off besar-besaran. Saya temukan semua di LinkedIn.

Masuk ke Twitter, ramai akun-akun txt atau cuitan singkat yang membahas soal HRD, LinkedIn, dan memoles CV. Tidak masalah sih, karena mungkin kamu juga mencari informasi itu kan?

Tiba-tiba, beranda LinkedIn saya jadi ramai. Informasi soal #OpentoWork, ready for assignment, branding diri di LinkedIn, tips-tips dari Konsultan HRD memenuhi linimasa. Padahal sebelumnya tidak begitu. Mungkin perasaan saya saja karena tahun lalu dan awal tahun 2020 jarang buka LinkedIn. Atau mungkin algoritma LinkedIn sedang aktif-aktifnya.

Nampaknya brosur loker yang ditempel di tiang listrik, tiang lampu, dan tembok jalanan perlu dilihat sesekali. Namun tetap waspada ya, karena bisa saja ada udang di balik batu. Bahkan di LinkedIn pun juga demikian.

Awalnya saya bakal percaya dengan brosur loker Mandarin yang dipotret ini. Tetapi karena kualifikasinya LAKI-LAKI dan tidak ada keterangan lain, logo, situs, dan media sosial perusahaan, I prefer to not apply. Padahal saya juga pernah menerjemahkan artikel Bahasa Mandarin saat kuliah.

Kalau diingat-ingat saat mengikuti workshop itu, tidak heran lah kalau peserta acuh dengan brosur-brosur loker tersebut. Dan peserta tetap sibuk seruput-seruput delapan teh gentong gratis di luar kedai sambil mendengarkan arahan dan cerita dari pemandu, Mbak Suci.

This shall too pass

Brosur loker berupa kertas dan ditempel di pinggir jalan kini pindah ke LinkedIn dan Twitter. Perhatikan surel dari pemberi kerja, siapa tahu kamu berjodoh dengannya.

Suasana terowongan ruko di Pecinan Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Terowongan ruko ini seiring dipakai penjual untuk menjajakan dagangannya. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com
Suasana terowongan ruko di Pecinan Glodok, Jakarta Barat (27 Juli 2019). Terowongan ruko ini seiring dipakai penjual untuk menjajakan dagangannya. Foto: Nadia K. Putri/nadiakhadijah.com

Perjalanan saya dan kelompok peserta workshop tidak berhenti di kedai teh bersejarah itu. Kami kembali dipandu Mbak Suci menuju Gang Gloria. Tunggu di pos selanjutnya ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *