Hampir 5 hari waktu dihabiskan untuk bekerja. Delapan jam sehari, rasanya tidak cukup untuk memenuhi segala keinginan dan rasa. Do you feel better today?
Terkadang, sebagian orang berpikir waktu 24 jam benar-benar tidak cukup untuk mencapai semua.
Nyaris 2, 5, 10, 20, dan 30 tahun lebih, sisa umur digunakan untuk bekerja. Terlepas masing-masing memiliki hobi dan petualangannya tersendiri.
Namun ada saja semua yang dilakukan terasa menjemukan. Menantang sih menantang, tapi kok seperti ada yang hilang? Seperti ada yang terasa datar-datar saja.
Seperti ada yang terasa datar-datar saja.
Iya begitu deh.
Tiba-tiba ada hal tidak terduga, di luar kontrol. Hari-hari yang seharusnya bersifat rutinitas, surprisingly ruin your mood.
Mulai dari hal-hal remeh sampai besar sekali pun. Entah itu ketinggalan dompet, dijambret, menginjak tanah becek, hingga disenggol pak kernet.
Amit-amit bila Anda patah hati. Dan innalillahi bila orang yang Anda sayangi tak kembali ke dunia lagi.
Sederhananya — walau tidak sederhana, hal-hal di luar kontrol diri kerap menghisap energi. Kalau kata orang banyak, “jangan terlalu dipikirin”.
Tetapi kalimat itu berbuah denial yang akan menumpuk dan meledak di suatu hari.
Bisikan hati pada pikiran “nggak apa-apa kok, I’m okay” hanya akan menumpulkan empati terhadap diri sendiri.
1. Burn out pun datang
Secara harfiah, burn out diartikan sebagai ada rasa terbakar di tubuh dan pikiran.
Bekerja terus-menerus dengan dalih semangat berkarya tanpa letih. Atau mungkin obrolan ringan berujung kesimpulan “nggak lembur nggak keren” menjadi makanan sehari-hari.
Mengandalkan kafein kopi hits di sekitar kantor yang diantar layanan antar makanan, plus makanan berminyak, penuh gluten, dan asap-asap sebatang, tubuh pun akan mengeluarkan tanda.
Ia lelah, lalu lari ke pikiran. Rasa letih luar biasa, tanpa peduli itu sakit atau bukan. Mungkin itulah gambaran burn out. Apakah kamu pernah merasakannya?
Baca juga: Tips Sehat ala Anak SMA
2. Dada kiriku nyeri, ah nggak apa-apa kok
Asyik duduk sambil mendengarkan musik indie secara streaming, tidak sengaja rasa nyeri muncul di dada kiri. Perih sekali, seperti ditekan-tekan.
Tiba-tiba leher pegal luar biasa, kepala berdenyut. Aih, kenapa ini?
Karena kursi masih terasa nyaman, terpejamlah mata beberapa detik. Tahu-tahu rasa nyeri itu semakin nyeri.
Tubuh manusia sebenarnya memang tidak dirancang untuk diam dan duduk.
Tubuh manusia memang tidak dirancang untuk diam dan duduk.
3. Ya ampun, mau berdiri lutut malah nyeri juga!
Keasyikan terpejam, tiba-tiba dibangunkan teman di sebelah. Tampaknya urgent, mungkin kamu langsung berdiri dari kursi untuk sekedar peregangan.
Belum sempurna berdiri, justru lutut berkontraksi hingga nyeri. Masih muda sudah nyeri sendi lutut.
Semacam… akumulasi kebiasaan-kebiasaan sederhana yang menjadi PR tersendiri.
4. Kayaknya mau cuti aja deh
Jatah cuti seorang pekerja sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Pun soal izin, hal itu bisa dibicarakan dengan user masing-masing.
Lalu bagaimana jika ingin cuti selamanya untuk memperbaiki kesehatan mental? Apakah bisa pulih secepatnya layaknya sakit fisik?
Baca juga: Menyepelekan Kesehatan Mental di Tempat Kerja
Hanya masing-masing yang bisa memetakan masalah ini.
5. Sepertinya aku depresi
“Kayaknya aku depresi deh.”
“Kamu tahu dari mana?”
“Aku baca dari berbagai sumber dengan bla-bla-bla.”
Stop! Sudah saatnya istirahat dan dengarkan tubuhmu. Segeralah meminta pertolongan pada psikolog demi diagnosis yang lebih baik.
Self-diagnosed atau mendiagnosa sendiri justru memperparah keadaan dan makin menumpukkan energi negatif.
So, do you feel better today?
Yuk cerita bagaimana kabarmu hari ini? Cerita di kolom komentar yaa!
i'm feel ok mba. sebagai pekerja lepas memang aktivitas lebih banyak di dalam rumah. Bukan berarti saya sibuk melakukan banyak hal. Saya sengaja mengambil banyak waktu luang demi tetap waras
Setuju banget sama nomor 5. Orang-orang suka self-diagnosed dan malah bikin pikiran-pikiran lain semakin menumpuk.
Anyway, yes, I feel better today and thanks for asking. 🙂
kita memang harus tau batas kemampuan diri sendiri. akupun kalo udh ngerasain tanda2 ga enak badan, pikiran jenuh dan bad mood, lgs stop ngelakuin rutinitas, dan istirahat. ambil cuti, traveling. ganti suasana supaya pikiran adem lagi. yg aku lakuin sih slalu itu 🙂
Nah, tips bagus nih buat saya mbak. Awalnya juga sempat jadi pekerja lepas, tapi waktu luang malah sedikit. Mungkin lain kali mau memperbanyak waktu luang. Terima kasih mbak Swastikha 🙂
Greatt! So much thanks juga ya kak, semoga kesehatan mental bisa mengurangi pikiran-pikiran yang menumpuk 🙂
Waahh asyik banget bisa se-mindful ini mbak Fanny!
Ih ini menggambarkan apa yang kurasain di tahun pertama kerja. Rasanya kerjaan kok ada aja, nggak abis-abis. Burn out. Inisiatif ambil unpaid leaves buat benerin kondisi mental pun akhirnya nggak ngaruh banyak. Usut punya usut. Hehe. Aku kurang waktu untuk diri sendiri.
Sekarang masih berusaha meluangkan waktu untuk diri sendiri; menyeimbangkan waktu kerja dan aktualisasi diri. Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Thanks for asking, Mbak Nad. Sebuah reminder untuk peka pada kebutuhan diri sendiri.
Alhamdulillah, semoga bisa ada waktu buat diri sendiri ya Mbak Imas. Diriku juga sedang rehat setelah selesai magang ini, mungkin juga kurang waktu untuk diri sendiri. Semoga bisa sama-sama pulih.