Nadia K. Putri

Karena semua cerita punya hatinya. Cerita soal di balik layar

Ayah yang Menyiram Bunga

cerita
foto

Ibu memasak nasi, ayah membaca koran, Budi mengeja kata. Kapan ayah menyiram bunga?

Subyek-subyek seperti ibu, ayah, dan Budi (Budiiii ini zaman baheula banget) tertancap di kepala. Berbekal buku pelajaran menulis dan membaca Bahasa Indonesia waktu SD, saya hanya kenal mereka.   

Di beberapa buku lainnya, ibu yang saya kenal adalah yang mengurus rumah tangga. Sementara ayah, pergi keluar untuk bekerja. Namun tidak untuk kondisi keluarga saya dan mungkin pembaca lainnya. Kondisinya terbalik.  

Misal sang ibu bekerja, ayah bekerja, dan anak-anaknya sekolah. Atau ibu bekerja sambil menjadi ibu rumah tangga, ayah bekerja, anak-anaknya kuliah sambil bekerja. Atau bahkan ayah mengasuh, ibu sakit-sakitan, anak sudah tamat kuliah dan bekerja. Banyak kemungkinan. Bekerja pun bisa dari rumah atau remote working bukan?  

Tapi kini saya mengalami sendiri. Fase-fase ayah dan ibu pernah bekerja saat bugar-bugarnya, dengan keadaan anak masih kecil-kecil dan sekolah. Kemudian berlanjut ke fase orang tua bekerja, dan anak-anaknya kuliah. Hingga pada akhirnya, ayah pensiun, sementara ibu masih tetap bekerja sampai waktu purna tiba. Sementara adik masih kuliah.  

Ayah yang pernah melewati masa-masa harus bekerja super keras untuk memenuhi targetnya kini sedang menikmati hidup. Gaya hidup para pekerja kantoran tidak dipungkiri nyaris menggoda masing-masing. Misalnya, beli barang branded untuk jadi investasi, kebanyakan duduk, hobi lembur, merepet dengan macet, atau mungkin menekuni hobi-hobi. Saya rasa ayah dan pembaca pernah menghadapi itu. Tapi berbeda saat pensiun.  

Bukannya udara polusi yang dihirup, melainkan udara dari hasil fotosintesis tanaman hias di rumah. Bukannya disambut suara klakson motor dan mobil, tetapi kucing-kucing yang lapar dan hafal jadwal sarapan. Bukannya menyambut klien atau nasabah dan menanggapi obrolan santai rekan kerja, tetapi melayani tumbuh-tumbuhan di rumah agar tetap segar.  

Ya, ayah secara tidak langsung menjadi person in charge yang mem-backup sebagian pekerjaan ibu di rumah. Seperti memberi makan kucing dan menyiram bunga.  Iya, ayah menyiram bunga!

Secara tidak langsung, ayah  menjadi person in charge di rumah. 

MENYIRAM BUNGA?

Kucing, taman, dan bunga-bunga di pekarangan rumah. Inilah yang dikerjakan ayah selama pensiun. (Foto: Nadia K. Putri)
 

Ibu dan saya sering berangkat pagi untuk pergi kerja, ayah pun demikian. Kegiatan sederhana yang ternyata mengobati kesehatannya adalah banyak gerak. Jika sebelumnya terlalu banyak di ruangan, kini beraktivitas di luar agar terhindar tulang keropos. Jadi, menyiram bunga adalah alternatif mudah. Bahkan menjadi tugas tidak tertulis di rumah.  

Memang tidak biasa seorang laki-laki menyiram bunga. Tetapi jika ia adalah anggota keluarga dan si pemilik rumah, mengapa tidak untuk saling menjaganya? Mungkin saja menyiram bunga yang sering dilakukan perempuan atau disuruh-suruh ini bisa dilakukan tanpa memandang laki atau perempuan. Mungkin saja, ini tugas bersama yang bisa dilakukan bergantian.  

“ini kan tugas perempuan (? / ! )”.  

Semoga tidak terdengar lagi.  

Selamat hari ayah 2019!

4 Comments on “Ayah yang Menyiram Bunga”

  1. Ayahku nggak pernah malu bantuin ibu. Pernah suatu ketika, malah ayah yang memasak. Yah, meski beliau akan seperti itu ketika ibu sedang tidak enak badan. Tapi tetep aja kan, ayahku adalah sosok yang pengertian. Hehehe

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *