Selamat Menempuh Hidup Baru, Girls!
Oops, ini bukan bermaksud negatif loh, hehe.
Jadi, teman saya ini sudah menikah.
Alhamdulillah yaa Rabb. Puji syukur pada Allah, akhirnya teman saya sudah menikah dengan pasangan yang menjadi jodoh dunia akhiratnya dan… brondong *nice info, becanda*.
Awal saya tahu kabarnya ketika saya tidak sengaja melihat di sebuah status real time di media sosialnya. Biasa kan, kalau lagi bosan atau kepo, atau bahkan iseng aja melihat, buka aplikasi dan menengok stories para pengguna dari kontak smartphone saya. Dan, saya mencium aroma status yang berisikan tentang “pernikahan”, “janur kuning”, and whatever. Beruntungnya, saya menganggap hal tersebut adalah hal biasa. Karena, memang lagi nge-in atau jadi tren bukan, menikah muda itu?
Tapi, lama-kelamaan saya mengkhawatirkan teman saya ini. Maklum, saya berteman dekat sejak dia mahasiswa baru. Setidaknya, saya ingin menanyakan kondisi dan membantu menenangkan suasana hatinya *ceilah. Setelah mengobrol di aplikasi perpesanan, dan akhirnya saya mendapatkan jawaban begini.
Oke, sebut aja namanya Melati hehe.
“Melati, jadi hari Senin kamu masuk kelas X kan?” tanya saya di hari Minggu. Kebetulan saya nanyain tugas buat membandingkan terjemahan teks milik saya dengan terjemahan miliknya.
“Ngg.. nggak tau ya kak, liat nanti aja,” ujarnya singkat.
“Loh emang kenapa kah?”
“Anu kak.. hari Kamis minggu ini aku akad.”
Akad? Saya pikir dia bercanda. Karena “akad”, selain kata yang tertera dalam KBBI, juga judul lagu dari band Payung Teduh. Duh, bercanda kali nih. Ya, kali aja kan teman saya ini menghadiri akad temannya.
Tapi saya penasaran loh. Ga mungkinlah dia dan pasangan halalnya mengadakan akad. Lagi genting-gentingnya isi materi kuliah satu semester ini dan lo akad? Hello, you’re great baby! Maka dari itu, saya langsung tanya saja dengan.. agak polos.
“Akad? Maksudnya?”
Krik.. krik.. Kacang harganya seribu rupiah. Setelah menunggu beberapa menit…
“OH KAMU NIKAH YA???”
“YA AMPUN SELAMAT YAAA”
“KOK GA NGASIH TAU SIHHH”
Tiba-tiba saya heboh sendiri dan berlanjut dengan obrolan hebring dan sedikit bijak lainnya. Namun hanya dijawab singkat, padat, dan ngena begini, “Iya kak aku akad kakk”. Mungkin dia gemas dengan saya karena.. akad itu ya udah resmi gitu kan.
“Resepsinya kapan Melati?”
“Nggak ada resepsi kak.”
Waduh, sayang sekali. Bagi kebanyakan orang, mungkin resepsi itu wajib bahkan memang sudah diagendakan untuk ada di timeline pernikahan. Tapi saya menghargai keputusannya. Toh yang penting, pasca akad, dia pasti menyebarkan informasi akadnya ke media sosial miliknya untuk mengumumkan kabar bahagia yang diberkahi Allah SWT tersebut.
Parah sih, keren juga nih!
Tepatnya pada hari ini, usai kelas Telaah A: Linguistik dan Budaya, teman-teman sekelas memberi ucapan selamat dan doa kepada teman saya ini. Saya turut bahagia dan cukup antusias mengamati raut wajah senyum sumringah di antara teman-teman sekelas.
***
Suatu malam, mungkin malam pasca akad teman saya, saya mengirim pesan di aplikasi perpesanan. Saya mendoakan teman saya ini supaya pernikahannya selalu diberkahi Allah SWT, dan teman saya menjadi ibu peradaban yang siap mendidik anaknya kelak. Saya yakin banget, tantangan pasca akad itu cukup berat dan sudah bukan eksperimen di jurnal/skripsi lagi.
Saya yakin banget, teman saya ini, dan seluruh perempuan yang akan menjadi ibu kelak, bisa kuat dan siap lahir-batin-pikiran untuk menyiapkan kebutuhan anaknya. Karena saya ingat banget, seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Dan, menjadi ibu yang cerdas adalah pilihan, meskipun tantangan mendapatkan ilmunya cukup terjal di era post-truth (Website Remotivi Selamat Datang di Era Post Truth) seperti ini.
Aamiin.
Sekali lagi, selamat untuk teman dekat saya, dan seluruh perempuan yang sedang menjalani masa pasca akad/resepsi pernikahan.
God bless you all, girls 🙂
Selamat menempuh hidup baru buat temannya ya kk. Gk papalah kn mnk g ada resepsi hehe